TIPS ICW
Tips: "Profesional Counselor" Atau "Profesional Pastor"
Tanggal: 2009-06-23
Kategori: Other
Alasan utama hamba Tuhan untuk mengembangkan "skill" dan disiplin dalam konseling bukanlah untuk menjadikan dia "professional counselor", tetapi "professional pastor" yang terampil dalam pelayanan konseling. Yang menurut ahli-ahli konseling, seharusnya ditandai oleh beberapa hal.
Adanya pengetahuan yang cukup tentang teori-teori "personality" dan psikologi pada umumnya (Richard L. Hester, "Toward Professionalism or Voluntarism in Pastoral Care", Pastoral Psycology, Vol. 24, No. 4, Summer 1976, p. 305).
Adanya kemampuan untuk menghubungkan teori dan praktik, khususnya teori-teori tentang metode observasi dan diagnosa (Hester, ibid, p. 305).
Adanya "training" yang cukup di bawah bimbingan dan supervisi seorang profesional, khususnya dalam "Clinical Psycology" (Edward E. Thornton, "Professional Education for Ministry: A History of Clinical Pastoral Education", Nashville, Abingdon Press 1970, p. 27 -- 33).
Adanya kemampuan untuk memelihara identitasnya sebagai hamba Tuhan dalam peranannya sebagai konselor dalam "interpersonal relationship"-nya dengan konseli (Nelson N. Foote & Leonard S. Cottrell, "Identity and Interpersonal Competence", The University of Chicago Press 1966, p. 53).
Adanya kemampuan untuk mengolah dan memakai sumber-sumber yang tersedia untuk menyukseskan pelayanan konselingnya (Nelson & Leonard, ibid, p. 53).
Adanya pengertian yang benar tentang skop pertanggungjawabannya sebagai konselor (Wayne Oates, "Pastoral Counseling", Westminster Press: Philadelphia 1974, p. 86).
Adanya disiplin dalam menggunakan perlengkapan-perlengkapan konseling dalam batasan profesinya sebagai hamba Tuhan, yang meliputi hal-hal berikut ini.
a. Penyusunan data-data dan penyimpanan catatan dalam sistem arsip yang rapi dan aman.
Membedakan dengan jelas antara konseling "short-term" dan "long-term", juga antara konseling secara informal maupun formal. Di mana dalam konseling formal dan "long-term", pelayanan diatur oleh:
- "Appoinment",
- Batasan waktu konseling yang tidak merugikan pelayanan dan kegiatan yang lain, dan
- "Rules" dan cara kerjanya sebagai konselor, yang sudah dijelaskan terlebih dahulu pada konselinya.
Tersedianya kantor atau ruang konseling yang tidak terganggu (yang menciptakan suasana konseling yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan).
Tersedianya "referral" yang dapat dihubungi setiap saat (dokter umum, dokter jiwa, psikolog, ahli hukum, hamba-hamba Tuhan yang lain, dll.).
Tidak mencoba melakukan diagnosa medis, "psycho-test", eksperimen-eksperimen, "hypnose" (pemakaian sugesti secara sengaja), pemberian resep obat-obatan dan hal-hal yang menjadi wewenang profesional-profesional lain.
Tahu bagaimana menjernihkan perbedaan-perbedaan antara "free gift" dan pembayaran yang diberikan oleh konselinya. (Hamba Tuhan tidak seharusnya mengharapkan, mendorong, apalagi menuntut pembayaran atas pelayanannya.)
Meskipun hamba Tuhan bukan konselor profesional, tetapi tanggung jawabnya pada Tuhan seharusnya mendorongnya untuk mengembangkan skill-nya dalam pelayanan konseling.
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Nama situs | : | C3I |
Judul asli artikel | : | Tips: Profesional Counselor |
| | atau Profesional Pastor |
Penulis | : | Dr. Yakub B. Susabda |
Alamat URL | : | http://c3i.sabda.org/ | Tinggalkan komentar Anda...ke atas |