ARTIKEL ICW
Bagaimana Cara Berkomunikasi dengan Generasi Digital?
Tanggal: 2012-02-26
Kategori: Teknologi
Seberapa pentingkah media sosial (Facebook, Twitter, dll) bagi generasi muda? Riset terbaru telah menjawab pertanyaan tersebut dengan mengungkap fakta bahwa lebih dari 50 persen generasi muda lebih memilih kehilangan salah satu dari pancaindra mereka ketimbang harus meninggalkan jejaring sosial mereka.
Sepertinya berkomunikasi melalui teknologi merupakan kebutuhan yang sangat penting, bukan?
Sebenarnya tidak. Percaya atau tidak, daya tarik untuk berkomunikasi dengan teman-teman lewat layar monitor masih berada di bawah cara konvensional, yaitu komunikasi tatap muka.
Jadi, media apakah yang sebaiknya kita gunakan ketika berkomunikasi dengan kaum remaja pada masa ini? Apakah pertanyaan ini harus dijawab dengan satu alternatif jawaban saja?
Pertama, mari kita lihat secara sekilas daya tarik media sosial. Sebuah penelitian yang relatif aktual, baik secara waktu maupun metodologi, menanyai 7.000 kaum muda dari berbagai negara tentang seberapa besar ketergantungan mereka terhadap media sosial. Hasilnya ternyata mengejutkan karena 53 persen dari kaum muda AS, Inggris, Spanyol, Tiongkok, Brasil, India, dan Meksiko yang disurvei berkata bahwa mereka lebih memilih untuk kehilangan indra penciuman mereka daripada kehilangan jejaring sosial yang mereka ikuti.
Penelitian yang dilakukan oleh McCann Worldgroup menemukan bahwa banyak orang muda akan merasa "terasing dan dikucilkan" jika mereka kehilangan jejaring sosial mereka. Namun, mereka memang memunyai alasan untuk "merasa" demikian dalam berjejaring sosial.
Spekulasi terkini menyatakan Facebook, yang tidak diragukan lagi telah menjadi raksasa media sosial dunia, akan mencapai jumlah anggota sebanyak 1 miliar pengguna pada Agustus 2012 nanti. (Perlu diingat juga bahwa meskipun Facebook mendominasi, masih ada banyak jejaring maya lainnya seperti Twitter, Tumblr, Pinterest, dll.) Dengan populasi dunia yang hampir mencapai 7 miliar, memang agak mengejutkan untuk beranggapan bahwa secara umum 1 dari 7 penduduk akan memunyai profil Facebook. Namun, kenyataan tersebut dapat menjelaskan preferensi kaum muda terhadap Facebook ketimbang indra penciuman mereka: mereka cuma tidak ingin melewatkan untuk tidak bergabung dalam jejaring terbesar di dunia.
Jadi, hal ini berarti jika orang dewasa ingin berhubungan dengan kaum muda, mereka harus melakukannya secara daring ("online"). Benar begitu?
Kesimpulannya tidak secepat itu.
Ericsson, raksasa teknologi komunikasi dan produsen ponsel, baru-baru ini berupaya mengetahui cara kaum remaja saling berkomunikasi dan bersosialisasi. Penemuan mereka, yang dipublikasikan di internet, mungkin mengejutkan orang-orang yang percaya bahwa kaum remaja sepenuhnya bergantung pada teknologi untuk berrelasi dengan orang lain.
Para peneliti Ericsson langsung ke sasarannya dengan sebuah pertanyaan sulit, "Cara komunikasi apa yang paling Anda tidak bisa Anda tinggalkan?" Apa yang mereka temukan seharusnya memberi banyak harapan bagi para orang tua dan pembimbing kaum muda. "Bertemu muka dengan muka" merupakan bentuk komunikasi yang akan sangat dirindukan oleh kaum remaja seandainya mereka kehilangan hal tersebut.
Tentu saja, beberapa bentuk teknologi mendominasi daftar jawaban berikutnya. Ponsel menempati peringkat kedua (berkirim pesan singkat) dan ketiga (bertelepon), sedangkan Facebook berada di urutan keempat dalam daftar.
Bagian rangkuman laporan tersebut mencakup ketiga poin di bawah ini:
- Berkirim pesan singkat memang seru, tetapi tidak ada yang melebihi pertemuan tatap muka.
- Facebook banyak mendapat "jempol", tetapi itu hanyalah alat.
- Bercakap-cakap dengan video semakin populer.
(Perlu diingat bahwa penelitian ini dilakukan oleh Ericsson, produsen ponsel yang baru saja mengumumkan kerugian besar pada kuartal terakhir lalu, yang mengungkapkan bahwa ponsel lebih populer daripada Facebook. Oleh karena itu, perlu data bandingan tentang seberapa lama sebenarnya kaum remaja menggunakan ponsel mereka.)
Nielsen selalu menyediakan data terpercaya tentang hal-hal yang dilakukan kaum muda dengan ponsel mereka. Nielsen, dalam laporan bulan Desember di Mobile Obsession, menganalisis data lebih dari 65 ribu pengguna ponsel. Laporan ini menyatakan "berkirim pesan singkat" masih menjadi "perilaku dominan kaum remaja dalam menggunakan ponsel mereka". Rata-rata lalu lintas pesan singkat setiap bulannya meningkat mencapai 3.417 SMS per individu pada kuartal ketiga tahun lalu. Angka itu menunjukkan rata-rata 7 SMS per jam (di luar jam tidur). (Pada remaja putri angkanya lebih tinggi, rata-rata 3.952 SMS setiap bulannya.)
Menurut laporan itu juga, "penggunaan telepon" oleh kaum remaja telah berkurang belakangan ini, dari rata-rata 685 menit waktu bicara per bulan menjadi 572 menit, atau perhitungan kasarnya 19 menit per hari. Mari bandingkan data ini dengan waktu penggunaan internet oleh kaum muda. Laporan terbaru dari Nielsen mengungkapkan bahwa rata-rata remaja usia 12-17 tahun menghabiskan 1 jam 25 menit per minggu bermain internet lewat komputer mereka (sekitar 12 menit per hari). Pemuda usia 18-24 tahun menghabiskan 4 jam 2 menit per minggu bermain internet lewat komputer mereka (sekitar 35 menit per hari).
Apakah angka-angka tersebut melampaui waktu para remaja bergaul dengan teman sebaya setiap harinya? Menurut Anda, cara apa yang mereka pilih untuk berkomunikasi?
Kaum remaja semakin merasa nyaman berkomunikasi lewat teknologi, sementara pada saat bersamaan mereka menunjukkan keinginan untuk berkumpul bersama dan sekadar "bepergian" dengan teman sebaya. Terkadang waktu sosial ini penuh dengan paradoks. Pernahkah Anda menyaksikan putri Anda duduk di sofa sambil ber-SMS dengan temannya yang berada tak jauh darinya? Komunikasi digital terkadang lebih praktis bagi generasi ini, tetapi apakah semakin banyak kaum muda yang akan memilih sarana itu untuk sepenuhnya menggantikan komunikasi tatap muka?
Laporan Ericsson menunjukkan kaum remaja memilih komunikasi tatap muka. Sebuah temuan yang membutuhkan nyali untuk diumumkan oleh produsen ponsel yang tengah mengalami penurunan laba. Menarik disimak bahwa laporan tersebut juga mengungkapkan rata-rata para remaja hanya menghabiskan 4 menit setiap melakukan panggilan. Bagaimana mungkin suatu percakapan via ponsel selama 4 menit dapat dibandingkan dengan sebuah perbincangan 4 mata di kedai kopi?
Jadi, menurut Anda para orang tua dan pembimbing kaum muda, manakah cara terbaik untuk berkomunikasi dengan kaum remaja?
Gunakanlah URL dan IRL.
Tampaknya sederhana, tetapi telah terbukti beberapa cara orang dewasa gagal diterapkan dalam berhubungan dengan putra-putri mereka. Jika Anda mencoba memengaruhi para remaja, mengapa kita berpikir harus memilih antara melakukannya di dunia maya (URL) dan di dunia nyata (IRL--in real life).
Kaum remaja menggunakan keduanya. Mengapa kita tidak?
Para remaja mengawali hubungan dengan remaja lain di dunia maya dan secara langsung. Mereka membina hubungan tersebut dengan kedua cara itu. Singkatnya, tidak ada seorang remaja pun yang ingin melepaskan diri dari kedua dunia itu. Waktu untuk berkomunikasi di dunia maya dan bertatap muka sama pentingnya bagi mereka, dan seharusnya berlaku juga bagi kita.
Dari sudut pandang orang tua, sepertinya tidak ada orang tua yang membatasi komunikasi dengan putra-putrinya hanya secara maya saja. Bukankah aneh jika saat makan bersama seorang anak mengirim pesan singkat kepada ayahnya, "Tolong sayurnya, Pa." Orang tua terbaik adalah orang tua yang berupaya berkomunikasi empat mata dengan putra-putrinya sesering mungkin, sembari menjaga pengaruh dalam kehidupan digital mereka.
Demikian juga, para pembimbing kaum muda harus menyadari bahwa saat bertatap muka adalah cara terbaik untuk memberi pengaruh kepada kaum remaja, meskipun banyak di antara mereka tidak mungkin bisa berhubungan dengan semua jemaat remaja setiap minggu. Tidak ada cukup waktu dalam sehari untuk melakukan semua hal tersebut, namun para pembimbing itu tidak boleh berdiam diri. Mereka harus melibatkan diri dalam media sosial, entah itu dengan tweet, atau dengan "suka", atau dengan cara media sosial apa pun untuk memberi pengaruh di dunia digital terhadap kaum remaja yang mereka bimbing.
Berikut ini adalah strategi dua sisi yang dapat Anda terapkan, yang berlaku untuk orang tua dan pembibing kaum muda dalam berkomunikasi dengan kaum remaja.
1. "Online"-lah sesering mungkin. Pada masa ini, membina hubungan dengan kaum remaja belumlah lengkap tanpa kita terlibat secara digital. Setidaknya, luangkan waktu dua kali dalam seminggu untuk berkomunikasi dengan remaja via teknologi. Dalam banyak hal, komunikasi jenis ini sangat membantu mereka.
2. Berkomunikasilah secara tatap muka seoptimal mungkin. Komunikasi jenis inilah yang paling ampuh, bahkan paling diharapkan. Para pembimbing remaja bisa meluangkan waktu setidaknya sebulan sekali di luar acara gereja dengan jemaat remaja mereka. Hal ini bisa dilakukan dengan kegiatan seperti berolah raga bersama, menonton film bersama, atau memasak bersama.
Kesimpulannya sederhana. Kita tidak perlu memilih salah satu cara, entah itu "online" atau bertatap muka, untuk berkomunikasi dengan kaum remaja. Kita dapat dan seharusnya memanfaatkan kedua cara itu. Bagaimanapun juga, sepertinya demikianlah yang diinginkan anak-anak itu. (t/dicky)
Diterjemahkan dan disunting seperlunya dari:
Nama situs | : | thesource4parents |
Alamat URL | : | http://www.thesource4parents.com/ |
Judul asli artikel | : | Connecting with a Connected Generation: Does It Happen Online or Offline? |
Penulis artikel | : | Jonathan McKee dan David R. Smith |
Tanggal akses | : | 26 Januari 2012 | Tinggalkan komentar Anda...ke atas |